Halaman Aktif

Selamat Datang

Belajar Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Pariwisata merupakan blog baru untuk mendukung pembelajaran blended learning mata kuliah Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Pariwisata yang merupakan mata kuliah universitas bagi mahasiswa Undana. Materi kuliah dalam blog ini disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa prodi Agroteknologi Faperta Undana dalam menykapi permasalahan budaya lahan kering kepulauan dan pariwisiata. Blog ini dibuat hanya untuk kepentingan menyajikan materi kuliah bagi mahasisiwa, bukan untuk memberikan ulasan mendalam mengenai budaya lahan kering kepulauan dan pariwisata. Mohon berkenan menyampaikan komentar dengan mengklik tautan Post a Comment di bawah setiap tulisan.

Kamis, 14 Maret 2024

8. Corak Budaya Lahan Kering Kepulauan (2): Peternakan Umbaran dan Perberburuan Satwa Liar

Pada materi 7 kita sudah membahas mengenai potensi, permasalahan, dan solusi permasalahan corak penghidupan perladangan terbas bakar, baik dalam aspek fisik-kimia dan hayati maupun dalam aspek sosial-ekonomi, sosial-politik, dan sosial-budaya. Di antara ketiga pulau besar di NTT, perladangan tebas bakar terutama sangat dominan di Pulau Timor. Pada materi kuliah ini kita akan membahas corak penghidupan peternakan lepas yang sangat dominan terutama di Pulau Sumba, meskipun juga terdapat luas di Pulau Timor. Pembahasan akan kita lakukan secara sekaligus mencakup aspek fisik-kimia, hayati, sosial-ekonomi, sosial-politik, dan sosial-budaya. Pembahasan mengenai corak penghidupan perikanan pantai dan pesisir, yang dilakukan oleh masyarakat pesisir sebagai corak penghidupan utama maupun penghidupan alternatif, akan kita bahas pada materi kuliah 9. Silahkan membaca materi kuliah dan pustaka yang disediakan sebagai bahan berdiskusi pada saat kuliah.

8.1. MATERI KULIAH

8.1.1. Membaca Materi Kuliah Ringkas
Potensi Peternakan Umbaran dan Perburuan Satwa Liar
Anda yang berasal dari Pulau Sumba tentu sudah sangat mengenal apa itu padang rumput (grasslands). 
Potensi utama dalam peternakan umbaran adalah lahan yang ditumbuhi oleh jenis-jenis rumput yang dapat dimakan oleh ternak (livestock) yang dikuasai secara komunal. Lahan yang ditumbuhi oleh rumput lazim disebut padang rumput (grasslands). Sebagaimana halnya savana (savanna), semak (shrub), dan hutan (forest), padang rumput merupakan salah satu tipe dalam klasifikasi vegetasi alami (natural vegetation classification). Jika padang rumput, savana, dan semak alami digunakan sebagai tempat ternak merumput maka disebut padang perumputan alami (rangeland), tetapi jika dibuka untuk ditanami jenis rumput tertentu maka disebut padang perumputan buatan (pastureland), keduanya secara bersama-sama disebut padang perumputan (grazing land). Dalam merumput pada padang perumputan, ternak dapat disertai oleh seseorang atau beberapa orang sebagai penggembala atau dilepas begitu saja tanpa didampinggi oleh penggembala. Ternak yang dilepas begitu saja untuk merumput tanpa didampingi oleh penggembala disebut ternak umbaran, sedangkan yang didampingi oleh penggembala disebut ternak gembalaan. Peternakan di mana ternak dilepas untuk merumput tanpa didampingi oleh penggembala dikenal sebagai sistem peternakan umbaran (free-range system), sedangkan peternakan dengan ternak yang diikat disebut peternakan sistem ikat (tethered system) dan dengan ternak dikandangkan disebut peternakan sistem kandang (shedhouse system). Peternakan yang dilakukan oleh orang yang tidak tinggal menetap melainkan mengikuti keberadaan padang perumputan ternak yang diperliharanya dikenal sebagai pastoralisme (pastoralism).

Keberadaan lahan yang secara dominan ditumbuhi oleh rumput, yang dalam klasifikasi vegetasi dikenal sebagai padang rumput dan savana, merupakan penciri hayati (biological characteristics) lahan kering kepulauan. Sebagaimana halnya lahan untuk perladangan tebas bakar yang dikuasai secara komunal, padang rumput dan padang savana yang digunakan sebagai padang perumputan ternak umbaran juga dikuasai dengan sistem penguasaan lahan (land tenure) yang sama. Terdapatnya padang rumput dan savana yang luas yang dikuasai secara komunal merupakan potensi sistem peternakan umbaran sebagai corak penghidupan yang penting pada lahan kering kepulauan. Sedemikian penting sistem peternakan umbaran ini bagi lahan kering kepulauan, sampai-sampai tipe vegetasi bukan rumput harus "mengungsi" ke bagian lahan yang tidak dapat dijangkau oleh ternak, sebagaimana misalnya di Sumba Timur, di mana hampir seluruh wilayah datar di luar areal permukiman dan pertanian ditumbuhi oleh rumput sehingga jenis-jenis pohon hanya terdapat pada tebing-tebing terjal.

Gambar 8.1. Padang rumput di Sumba Timur dengan rumput mulai menguning menjelang musim kemarau

Di luar Sumba Timur, jenis-jenis perdu dan pohon masih bisa tumbuh bersama dengan padang rumput membentuk vegetasi savana. Sering kali, perdu atau pohon yang dominan hanya satu jenis, seperti misalnya kabesak hutam (Vachellia nilotica), bidara atau kom (Ziziphus mauritiana), bambu duri (Bambusa spinosa), atau hue (Eucalyptus alba). Dalam hal demikian vegetasi savana dinamai sesuai dengan jenis perdu atau pohon yang dominan, misalnya savana kom jika jenis perdu atau pohon yang dominan adalah kom. Di dataran tinggi, seperti halnya di kawasan Gunung Timau dan kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, jenis pohon yang dominan adalah ampupu (Eucalyptus urophylla). Rumput pada padang rumput atau savana di dataran tinggi mengering lebih lambat pada musim kemarau dibandingkan dengan di dataran rendah. Oleh karena itu pada musim kemarau dapat ditemukan banyak ternak merumput pada padang rumput atau savana di dataran tinggi, sebagaimana misalnya yang dapat ditemukan di dalam kawasan Cagar Alam Gunung Mutis di Pulau Timor. Keneradaan ternak dalam jumlah banyak meruput pada kawasan padang rumput dan savana di dataran rendah maupun di dataran tinggi dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan sehingga sistem peternakan umbaran juga berpotensi sebagai destinasi wisata.

Gambar 8.2. Ternak lepas bukan hanya berkeliaraan pada kawasan budidaya, melainkan juga mendaki sampai di kawasan Cagar Alam Gunung Mutis di Pulau Timor.

Padang rumput, savana, dan hutan lahan kering kepulauan menyediakan berbagai satwa liar, baik satwa liar endemik maupun non-endemik. Berbagai jenis satwa liar tersebut seharusnya merupakan potensi yang perlu dijaga kelestariannya sebagaimana telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan sebagai satwa liar yang dilindungi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri LHK No. P.106/MENLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri LHK No. P.20/MENLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindung. Namun silahkan tanyakan kepada diri masing-masing atau kepada orang tua atau orang lain di kabupaten/kota asal masing-masing, apakah masih ada yang berburu rusa (Rusa timorensis), kakatua jambul-kuning (Cacatua sulphurea), kura-kura rote (Chelodina mccordii), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), punai sumba (Treron teysmannii), punai timor (Treron psittaceus), nuri bayan (Eclectus roratus), serindit flores (Loriculus flosculus), perkici timor (Trichoglossus euteles), dan perkici flores (Trichoglossus weberi), sekedar sebagai contoh, untuk dijual hidup maupun dimakan dagingnya? Mungkin Anda belum mengenal seperti apa rupa satwa liar yang dilindungi yang dalam Permen LHK hanya disebutkan nama ilmiah dan nama umumnya dalam Bahasa Indonesia. Jika ya, silahkan salin nama ilmiah jenis satwa liar yang ingin Anda ketahui dan kemudia tempel dalam kotak pencarian situs GBIF untuk melakukan pencarian fotonya. 

Permasalahan Peternakan Umbaran dan Perburuan Satwa Liar
Permasalahan sistem peternakan umbaran dapat merupakan permasalahan yang terjadi pada padang rumput, savana, dan ternak atau tang terjadi di luar padang rumput, savana, atau ternak. Permasalahan yang terjadi langsung pada padang rumput, savana dan ternak lazim disebut internalitas, sedangkan yang terjadi di luar padang rumput, savana, dan ternak lazim disebut eksternalitas. Internalitas merugikan hanya pemilik ternak, sedangkan eksternalitas merugikan banyak orang lain bukan pemilik ternak. Pertanyaannya kemudian adalah siapa pemilik ternak paling banyak dan siapa bukan pemilik ternak? Dalam sistem penguasaan padang rumput dan savana secara komunal, yang mempunyai jumlah ternak paling banyak siapa lagi kalau bukan jajaran pemimpin pada kelembagaan penguasaan komunal. Sederhananya siapa lagi kalau bukan dimiliki oleh tuan atas lahan komunal itu sendiri, yang dalam bahasa sehari-hari biasa disebut tuan tanah. Lalu siapa yang bukan pemilik ternak? Siapa lagi kalau bukan kalangan masyarakat biasa yang hidupnya bergantung pada kemurahan "pemberian" tuan tanah. Silahkan pikirkan sendiri, pihak mana yang sebenarnya lebih memberi dan lebih diberi dan pihak lannya dalam hal ini. Maka ketika seorang calon memberikan sesuatu kepada Anda untuk memilihnya, pikirkan siapa sebenarnya yang lebih memberi, calon itu atau justru Anda sendiri.

Permasalahan yang dialami oleh padang rumput, savana dan ternak dapat bermacam-macam. Karena terbuka, padang rumput dan savana dapat terinvasi oleh berbagai jenis tumbuhan herba atau semak yang tidak bisa dimakan ternak (karena berbau tidak menyenangkan atau beracun). Contohnya adalah gulma Chromolaena odorata, yang termasuk dalam daftar 100 jenis paling invasif di dunia. Gulma invasif ini dinamai berbeda-beda di berbagai belahan dunia dan daerah di Indonesia antara lain dinamai kirinyu, rumpur golkar, rumput merdeka, sufmuti, dsb. Gulma ini sebenarnya bukan golongan rumput, melainkan tumbuhan berdaun lebar, tetapi bagi orang awam di kampung, segala tumbuhan yang tidak termasuk golongan perdu atau pohon disebut rumput. Secara taksonomis, rumput termasuk famili tumbuhan Poaceae (dulu Gramineae), yang di dalamnya termasuk bambu. C. odorata sebenarnya bukan tumbuhan asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan bagian utara Amerika Selatan yang kemudian menyebar ke seluruh dunia karena mula-mula ditanam sebagai tanaman hias dan kemudian bijinya terbawa angin ke sekitar tempatnya ditanam, masuk ke NTT dengan menjadi penumpang gelap kapal pengangkut ternak. Sesampainya di NTT, C. odorata menemukan banyak tempat terbuka yang menjadi kesukaannnya, di padang rumput atau savana. Saat menghasilkan biji di padang rumput dan savana, bijinya yang berkait menempel pada rambut ternak sehingga kemudian ternak umbaran membantu menyebarkannya. Karena rumput menyukai tempat terbuka dan tempat terbuka diambil oleh C. odorata yang pertumbuhannya lebih cepat dan lebih lebat, rumput pun terpaksa kalah. C. odorata bukan hanya bisa mengalahkan pertumbuhan rumput, tetapi juga mengalahkan pertumbuhan jenis semak lain dan anakan pohon sehingga dengan cepat mengubah padang rumput dan savana menjadi padang C. odorata

Gambar 8.3. Gulma Chromolaena odorata menginvasi padang rumput dan savana, A: Mengubah padang rumput dan savana menjadi padang Chromolaena odorata, B: Cabang dan daun, C: Bunga sedang mekar, dan D: Buah mengering dalam jumlah ribuan per individu, siap disebarkan dengan perantaraan angin dan ternak lepas

Penguasa lahan komunal yang tidak mengerti apa itu C. odorata berpikir masih tetap menguasai padang rumput dan savana yang di bawah penguasaanya masih luas. Pemerintah juga demikian, tetap menganggap bahwa NTT mempunyai padang rumput dan savana yang luas, sehingga terus membagikan bibit ternak kepada masyarakat. Sama halnya dengan rumput, jenis semak lainnya dan anakan jenis pohon, termasuk jenis semak dan jenis pohon yang daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak hijauan (fodder), juga menjadi semakin langka sehingga semakin sulit diperoleh pada musim kemarau ketika rumput yang tersisa sudah mengering. Akibatnya, pada musim kemarau dan terutama jika terjadi kekeringan (drought), ternak umbaran harus berjalan kaki lebih jauh lagi untuk mendapatkan rumput. Karena ternak berjalan lebih jauh, maka ternak menjadi lebih mudah hilang karena tersesat atau karena dicuri. Kotoran ternak memang bisa menyuburkan tanah, tetapi karena ternak umbaran membuang kotorannya tersebar di mana-mana pada tempat terbuka maka kotorannya menjadi mengering dengan cepat sehingga kandungan unsur haranya lebih banyak menguap daripada tersisa membusuk bersama sisa-sisa kotoran. Meskipun badannya berotot karena sudah terbiasa berolah raga setiap hari, karena harus berjalan sangat jauh maka badan ternak yang semula berotot menjadi berotot tanpa daging alias kurus sehingga mudah jatuh sakit. Jika terjadi wabah penyakit menular, ternak lepas yang merumput bebas dengan mudah menularkan penyakit ke sesamanya. Dengan kata lain, sistem peternakan umbaran menimbulkan masalah internal: (1) ternak umbaran mudah hilang karena tersesat atau karena dicuri, (2) badan ternak umbaran menjadi terlalu berotot sehingga dagingnya kurang laku dijual ke restoran internasional, (3) membantu penyebaran jenis gulma yang dapat menghambat pertumbuhan rumput, (4) menyebabkan padang rumput semakin lama menjadi semakin tidak subur karena tererosi dan karena kotoran ternak tidak cukup memulihkan kesuburan, dan (5) mudah terpapar penyakit penyakit menular. Lebih-lebih pada musim kemarau ketika sumber air menjadi berkurang sehingga jumlah ternak yang berkerumun pada sumber air yang tersisa semakin banyak, maka penularan penyakit menjadi semakin mudah.

Namun permasalahan sistem peternakan umbaran bukan hanya dalam bentuk internalitas. Permasalahan lainnya adalah permasalahan eksternalitas, yaitu permasalahan di luar padang rumput, savana, dan ternak itu sendiri. Ternak umbaran yang kekurangan rumput akan merusak tanaman sehinnga menjadikannya berstatus sebagai organisme penggaggu tanaman (OPT). Untuk bercocok tanam, petani harus membuat pagar perlindungan tanaman sepanjang berkilo-kilometer yang memerlukan tenaga, waktu, dan biaya yang tidak sedikit. Untuk membuat pagar, ratusan batang pohon harus ditebang sehingga jumlah pohon menjadi semakin berkurang. Bukan hanya merusak tanaman, ternak umbaran bahkan dapat mematikan jenis-jenis pohon hutan dengan cara menguliti batang pohon untuk memperoleh air pada musim kemarau. Tanah yang diinjak-injak oleh ternak umbaran menjadi mudah tererosi pada musim hujan, menjadikan air sungai coklat pekat dan kemudian endapan lumpur pada badan sungai. Maka tidak mengherankan, karena esternalitas yang ditimbulkan oleh ternak umbaran, petani peladang yang pada umumnya terdiri atas kalangan masyarakat biasa yang tidak mempunyai atau mempunyai 1-2 ekor ternak, dengan sengaja mengumpulkan biji C. odorata untuk disebar pada lahan garapannya setelah panen tahun terakhir sebelum lahan harus diistirahatkan. Entah karena C. odorata dapat menyuburkan tanah atau sebagai bentuk upaya "memerdekakan" diri dari ternak lepas milik kalangan tuan tanah sehingga C. odorata juga disebut rumput merdeka, Anda bisa menelitinya nanti pada saat membuat skripsi.

Gambar 8.4. Pagar dibuat sepanjang berkilo-kiometer bukan untuk mengandangkan ternak, melainkan untuk mengandangkan tanaman agar tidak dirusak oleh ternak lepas sebagai OPT 

Perburuan dan perdagangan satwa liar merupakan permasalahan yang juga penting pada lahan kering kepulauan. Lahan kering kepulauan dicirikan antara lain oleh keberadaan banyak jenis satwa liar endemik (endemic species) yang tidak terdapat di lahan basah. Di antara jenis-jenis satwa liar tersebut, baru beberapa jenis yang dilindungi. Bahkan jenis satwa liar yang sudah dilindungi sekalipun tetap diburu, baik untuk dikonsumsi dagingnya sebagaimana misalnya rusa timor maupun untuk diperdagangnkan sebagaimana misalnya berbagai jenis burung. Di antara jenis-jenis satwa liar, beberapa memang dapat merusak tanaman sehingga berstatus sebagai organisme pengganggu tumbuhan seperti misalnya babi hutan, kera ekor panjang, landak, dan beberapa jenis burung pemakan aneka biji. Namun banyak juga yang bermanfaat secara tidak langsung, misalnya sebagai musuh alami organisme pengganggu tumbuhan golongan serangga sebagaimana misalnya beberapa jenis burung dan jenis kelelawar pemakan serangga. Beberapa jenis satwa liar juga membantu melakukan penyerbukan bunga tanaman. Jika tidak diburu, jenis-jenis satwa liar dapat dimanfaatkan dengan cara lain, misalnya sebagai daya tarik destinasi pariwisata.

Solusi terhadap Permasalahan Peternakan Umbaran dan Perburuan Satwa Liar
Solusi yang diberikan oleh pemerintah terhadap permasalahan ternak lepas pada umumnya adalah membagikan bibit ternak. Alasan yang digunakan biasanya sangat klasik, masyarakat masih memotong atau menjual ternak betina yang seharusnya menjadi induk sehingga karena ternak induk berkurang maka jumlah ternak secara keseluruhan, atau lazim disebut populasi ternak, menjadi menurun. Oleh karena itu pemerintah perlu "memberi" kepada rakyatnya, dengan cara membagikan bibit ternak (biasanya dibagikan menjelang pemilu atau pemilukada). Padahal permasalahan sebenarnya bukan  hanya jumlah ternak induk berkurang karena ternak betina dipotong atau dijual, tetapi karena semakin luas padang rumput dan savana yang beralih menjadi padang gulma, khususnya padang C. odorata. Tidak ada program pemerintah untuk mengendalikan C. odorata karena kalau program ini yang dilakukan maka kesan "memberinya" menjadi kurang bergema. Rakyat yang secara tradisional sudah terbiasa menerima dari pemimpin tradisionalnya tidak pernah merasa malu untuk terus menerus dijadikan penerima bantuan (tidak merasa terhina meskipun terus menerus disamakan dengan peminta-minta). 

Solusi dapat dilakukan untuk mengurangi internalitas maupun eksternalitas adalah membatasi jumlah ternak berdasarkan pada luas padang rumput dan savana produktif yang tersedia sebagaimana misalnya yang pernah dilakukan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, dan yang pernah dilakukan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Padang rumput dan savana produktif adalah padang rumput dan savana yang masih ditimbuhi oleh jenis-jenis rumput, bukan ditumbuhi oleh jenis-juenis herba yang tidak dapat dimakan ternak, apalagi ditumbuhi gulma invasif semacam C. odorata. Untuk memungkinkan hal ini dilakukan maka perlu dilakukan pemetaan kawasan padang rumput dan savana produktif tersebut. Pemetaan dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografik (SIG, Geographic Information System, GIS), antara lain aplikasi SIG akses terbuka (gratis) semisal QGIS atau SAGA GIS. Namun untuk melakukan ini diperlukan tenaga yang terampil menggunakan aplikasi tersebut untuk menganalisis citra satelit (satellite imagery) dengan memanfaatkan sumber citra satelit gratis guna memperoleh data tipe tutupan lahan (land cover). Berdasarkan pada hasil pemetaan dapat ditentukan di mana letak dan berapa luas sebenarnya padang rumput dan savana produktif yang tersedia dan di mana letak dan berapa luas padang rumput dan savana yang perlu direhabilitasi, antara lain dengan meluncurkan program pengendalian gulma invasif. Mungkin di antara Anda ada yang tertarik memperdalam SIG sehingga setelah lulus nanti tidak hanya bergelar SP pas-pasan, melainkan SP dengan keterampilan tambahan penggunaan SIG. 

Setelah letak dan luas sebenarnya padang rumput dan savana produktif diketahui, selanjutnya dapat dilakukan pendampingan masyarakat untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi dan kemudian mencari solusi bersama. Soluasi seperti ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat agar dapat menolong diri mereka (empowering). Bahasa sederhananya, membantu masyarakat untuk mampu membantu diri mereka sendiri. Solusi yang diberikan sebagai bentuk permberdayaan melalui pendampingan masyarakat tentu saja berbeda-beda antar lokasi, bergantung pada permasalahan prioritas yang dihadapi di setiap lokasi. Namun sebagaimana sudah disebutkan di atas, solusi melalui pendampingan tidak tampak "memberi" dan masyarakat yang sudah terbiasa "menerima" dari tuan tanahnya tidak merasa menerima kalau yang diberikan hanya pengetahuan dan keterampilan, bukan barang. Sebagaimana dikatakan banyak pakar, orang menjadi terus miskin karena tidak sadar dirinya miskin maka demikian juga orang rela terus menerus diperlakukan sebagai penerima bantuan barang karena tidak sadar bahwa dengan menerima bantuan barang sebenarnya mereka diperlakuan sebagai peminta-minta. Sama seperti proses belajar mengajar, tidak banyak mahasiswa sadar bahwa dengan diajar dengan baik oleh dosennya maka sebenarnya dia menerima tanpa harus dipermalukan daripada diberikan bantuan barang atau uang. Selama hubungan memberi dan menerima antara pemimpin dan masyarakatnya belum berubah maka istilah "lebih baik memberikan pancing daripada memberikan ikan" hanya akan menjadi indah ketika diucapkan tetapi pahit dalam kenyataan. 

8.1.2. Mengunduh dan Membaca Pustaka
Silahkan mengunduh pustaka gratis berikut ini dan kemudian membaca bagian yang dicantumkan untuk dibaca untuk memperkaya pemahaman materi kuliah dan mengerjakan laporan kuliah. Setiap mahasiswa wajib membaca pustaka yang berbeda dari yang sudah dibaca pada materi kuliah 6 dan materi kuliah 7:
Setiap mahasiswa minimal membaca bagian dari salah satu buku di atas untuk dilaporkan melalui Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerhakan Tugas.

8.1.3. Mengerjakan Kuis
Setelah membaca materi kuliah 8 ini serta mengklik tautan dan membaca pustaka serta pustaka yang diberikan pada materi kuliah, setiap mahasiswa wajib mengerjakan kuis secara mandiri untuk mengevaluasi diri dalam memahami kedua materi kuliah:
  1. Mengerjakan dan Memasukkan Lembar Jawaban Kuis (klik setelah tautan aktif) selambat-lambatnya pada Kamis, 4 April 2024 pukul 24.00 WITA;
  2. Memeriksa Daftar Lembar Jawaban dan Nilai yang Diperoleh (klik setelah tautan aktif) untuk Memastikan Lembar Jawaban Kuis sudah masuk dan memeriksa nilai yang diperoleh.
Pada saat memeriksa daftar lembar jawaban, silahkan periksa sendiri berapa nilai yang Anda peroleh. Bila memperoleh nilai <60 berarti Anda belum memahami materi kuliah sehingga perlu membaca kembali kedua materi kuliah. Mahasiswa yang tidak mengerjakan quiz tidak akan memperoleh nilai untuk setiap quiz yang tidak dikerjakan.

8.2. TUGAS PROJEK

Seluruh mahasiswa wajib mengerjakan tugas projek secara kelompok. Silahkan membuka file daftar kelompok mahasiswa dan kemudian menyimpan file dengan mengklik menu File>Download>Microsoft Excel lalu simpan di komputer masing-masing. Lanjutkan melakukan wawancara dengan petani narasumber yang sudah diwawancarai pada tugas materi kuliah 7 dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Membagi kegiatan utama corak penghidupan menjadi kegiatan bagian, misalnya perladangan tebas bakar menjadi menebas semak dan pohon untuk membuka lahan, memotong-motong semak dan pohon hasil tebasa, membuat pagar baru atau memperbaiki pagar lama, membakar, menanam benih, menyiang gulma, mengendalikan hama dan penyakit (jika dilakukan), memanen, menyimpan hasil panen, mengkonsumsi hasil panen, menjual hasil, dsb. Demikian juga kegiatan utama corak penghidupan lainnya, juga dibagi menjadi sejumlah kegiatan bagian. Kegiatan utama corak penghiduppan tambahan tidak perlu dibagi menjadi kegiatan bagian. Lakukan untuk setiap corak penghidupan sesuai dengan daftar kelompok.
  2. Menanyakan kepada petani narasumber, pada bulan apa setiap kegiatan bagian dimulai, pada bulan apa berakhir, dan pada bulan apa merupakan puncaknya. Beri nilai skor tertinggi lama untuk kegiatan bagian yang memerlukan tenaga dan waktu terbanyak pada bulan puncak kegiatan dan skor lebih rendah pada bulan-bulan lainnya.
  3. Membuat kalender musiman rinci dengan menampilkan kegiatan bagian untuk setiap kegiatan bagian dengan menggunakan program aplikasi tabel lajur Excel dengan cara sebagaimana telah dilakukan pada tugas projek materi kuliah 7.
  4. Memperhatikan kalender musiman sebagaimana yang sudah berhasil Anda buat, tentukan pada bulan-bulan apa narasumber paling sangat sibuk dan pada bulan-bulan apa paling kurang sibuk melaksanakan kegiatan corak penghiduopan utama dan corak penghidupan tambahan.
  5. Memperhatikan kesibukan yang sangat tinggi pada bulan-bulan tertentu dan yang sangat rendah pada bulan-bulan lainnya, apa yang dapat Anda sarankan kepada narasumber  untuk membuat kesibukan mereka lebih merata dalam satu tahun?
Laporan disampaikan secara daring melalui Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas paling lambat pada Kamis, 4 April 2024 pukul 24.00 WITA.

8.3. ADMINISTRASI PELAKSANAAN KULIAH

Setiap mahasiswa wajib menandatangani daftar hadir dan menyampaikan laporan melaksanakan kuliah dan mengerjakan tugas sebagai berikut:
  1. Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Sabtu, 30 Maret 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani, silahkan periksa untuk memastikan daftar hadir sudah ditandatangani;
  2. Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas selambat-lambatnya pada Kamis, 4 April 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah memasukkan, silahkan periksa untuk memastikan laporan sudah masuk.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan tidak menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas akan tidak ditetapkan sebagai hadir melaksanakan kuliah pada situs SIADIKNONA.

***********
Hak cipta blog pada: I Wayan Mudita
Diterbitkan pertama kali pada 23 September 2018, diperbarui pada 26 Januari 2023

Creative Commons License
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.

13 komentar:

  1. Apakah anda bisa memberikan contoh permasalahan lain ( eksternalitas ) mengenai Peternakan Umbaran dan Perberburuan Satwa Liar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Contoh permasalahan lain tentang pertenakan Umbaran dan perburuan satwa ,
      1. Peternakan Umbaran dapat mengotori lingkungan karena limbah/ kotoran hewan ternak, menyebabkan tanaman tetangga rusak di makan,
      2. Pemburuan satwa dapat mengakibatkan kepunahan hewan" satwa yang di lindungi dan membuat punah satwa tersebut

      Hapus
  2. Peternakan Umbaran dan pemburuan satwa memiliki dampak negatifnya masing" ,jadi bagaimana tanggapan anda tentang masalah ini serta bagaimana cara anda untuk meminimalisir masalah ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang benarpeternakan umbran dan pemburuan liar memiliki dampak negatif yang berdampak pada lingkungan. Untuk meminimalisir masalah ini, langkah-langkah yang dapat diambil termasuk:

      1. Regulasi yang ketat: Menerapkan undang-undang dan regulasi yang ketat untuk mengontrol dan mengawasi praktik peternakan umbaran dan pemburuan satwa, termasuk batasan jumlah hewan yang dapat dipelihara atau diburu serta area yang diperbolehkan untuk aktivitas tersebut.
      2. Pendidikan dan kesadaran: Memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan dan keanekaragaman hayati, serta dampak negatif dari peternakan umbaran dan pemburuan satwa yang tidak terkendali.

      Hapus
    2. Tanggapan saya terhadap masalah ini adalah bahwa kedua kegiatan tersebut dapat memiliki dampak yang merugikan pada lingkungan dan keberlanjutan satwa liar. Untuk meminimalisir masalah ini, pendekatan yang holistik dan berkelanjutan diperlukan. Ini bisa mencakup penerapan regulasi yang lebih ketat terhadap praktik-praktik tersebut, edukasi masyarakat tentang pentingnya konservasi satwa liar, promosi alternatif ekonomi yang berkelanjutan untuk masyarakat lokal, serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal.

      Hapus
  3. Bagaimana praktik peternakan umbaran dan perburuan satwa liar yang dilakukan oleh masyarakat di lahan kering kepulauan ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mengintegrasikan tanaman, ternak, dan perikanan dalam satu sistem pertanian yang salingmendukung.Menerapkan teknik pertanian konservasi, seperti agroforestri, pertanian organik, dan pertanian presisi.

      Hapus
  4. Mengapa beberapa orang mempertahankan praktik perburuan satwa liar, dan bagaimana implikasinya terhadap konservasi satwa liar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. .
      - Beberapa orang mungkin mempertahankan perburuan satwa liar karena tradisi, kebutuhan akan sumber pangan, atau sebagai hobi atau olahraga. Implikasinya terhadap konservasi satwa liar adalah potensi penurunan populasi satwa liar yang terancam punah jika tidak diatur dengan baik, serta risiko hilangnya keanekaragaman hayati.

      Hapus
    2. Ada beberapa alasan mengapa beberapa orang masih mempertahankan praktik perburuan satwa liar, karena perburuan satwa liar dapat menjadi sumber pendapatan bagi beberapa masyarakat, terutama di daerah pedesaan, kemudian ada beberapa orang yang menganggap praktik ini sebagai warisan budaya yang harus dipertahankan, serta lemahnya penegakan hukum dan pengawasan terhadap praktik perburuan satwa liar di beberapa wilayah menyebabkan praktik ini terus berlangsung.
      Implikasi dari praktik perburuan satwa liar ini adalah penurunan populasi dan ancaman kepunahan bagi beberapa spesies satwa liar yang dilindungi, hilangnya keanekaragaman hayati dan potensi manfaat yang dapat diperoleh dari keberadaan satwa liar serta terhambatnya upaya-upaya konservasi yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi konservasi.

      Hapus
  5. Bagaimana praktik peternakan umbaran dan perburuan satwa liar memengaruhi keberlanjutan ekosistem di kepulauan Indonesia?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Praktik peternakan umbaran dan perburuan satwa liar dapat menyebabkan degradasi habitat alami, penurunan populasi satwa liar, serta kerusakan ekosistem, yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.

      Hapus
  6. Bagaimana cara memanfaatkan lahan yang dilakukan pada pertanian lahan kering?

    BalasHapus