Halaman Aktif

Selamat Datang

Belajar Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Pariwisata merupakan blog baru untuk mendukung pembelajaran blended learning mata kuliah Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Pariwisata yang merupakan mata kuliah universitas bagi mahasiswa Undana. Materi kuliah dalam blog ini disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa prodi Agroteknologi Faperta Undana dalam menykapi permasalahan budaya lahan kering kepulauan dan pariwisiata. Blog ini dibuat hanya untuk kepentingan menyajikan materi kuliah bagi mahasisiwa, bukan untuk memberikan ulasan mendalam mengenai budaya lahan kering kepulauan dan pariwisata. Mohon berkenan menyampaikan komentar dengan mengklik tautan Post a Comment di bawah setiap tulisan.

Kamis, 28 Maret 2024

11. Menapak Perubahan Jaman (2): Melompat Sangat Jauh ke Depan untuk Mengembangkan Kepariwisataan

Sebagai universitas yang berada di wilayah lahan kering kepulauan maka Undana merumuskan pengembangan lahan kering kepulauan (archipelagic drylands) sebagai pola ilmiah pokok. Apa itu pola ilmiah pokok? Sederhananya merupakan pola pendidikann tinggi yang memberikan perhatian kepada lahan kering kepulauan melalui proses pembelajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Lahan kering kepulauan merupakan dapat memberikan ruang kepada semua fakultas dan prodi untuk berpartisipai, daripada pertanian lahan kering yang merupakan pola ilmiah pokok sebelumnya. Tapi rupanya ada yang gagal paham menambahkan pariwisata dan membuat mata kuliah Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Pariwisata. Yang berarti memberikan keistimewaan kepada pariwisata dibandingkan dengan pola penghidupan lainnya, sama dengan pertanian yang diberikan keistimewaan pada pola ilmiah pokok sebelumnya. Maka jadilah kita mempelajari mata kuliah budaya lahan kering kepulauan dan pariwisata, padahal seharusnya adalah mata kuliah pengembangan lahan kering kepulauan.
11.1. MATERI KULIAH

11.1.1. Membaca Materi Kuliah Ringkas
Pariwisata sebagai Corak Penghidupan Lahan Kering Kepulauan
Jika Anda penggemar Tiktok atau youtube, mungkin sudah tahu beberapa destinasi wisata terkenal di NTT. Di antara 10 destinasi prioritas pariwisata yang ditetapkan pemerintah pusat, satu terdapat di NTT, yaitu Destinasi Prioritas Pariwisata Labuhan Bajo, Manggarai Barat. Pengembangan Labuhan Bajo sebagai destinasi prioritas pariwisata mencakup kawasan Taman Nasional Komodo, yang seharusnya merupakan kawasan konservasi bagi satwa langka komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912), yang dilabeli sebagai destinasi wisata superpremium. Namun pengembanagan Taman Nasional Komodo menjadi destinasi wisata superpremium tersebut disoal oleh sejumlah kalangan karena disertai dengan rancana privatisasi kawasan disertai dengan pemindahan masyarakat asli dari dalam kawasan sehingga akan menguntungkan pihak investor, memarjinalisasi masyarakat lokal, dan mengancam kelestarian satwa langka komodo. Untuk membantu memahami uraian selanjutnjua dalam materi kuliah ini, sebaiknya terlebih dahulu Anda membaca UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan laporan berjudul Narasi-narasi dari Rinca: Sekumpulan Cerita Keseharian Warga Kampung Rinca, Desa Pasir Panjang, Taman Nasional Komodo.
Gambar 11.1. Pengembangan destinasi prioritas pariwisata Labuhan Bajo sebagai destinasi wisata superpremium yang menjadi kontroversial. Sumber: Sunspirit for Justice and Peace (2020)

Setelah membaca UU tentang kepariwisataan dan laporan Narasi-narasi dari Rinca, jika membaca secara kritis, Anda mungkin akan bertanya, pembangunan kepariwisataan dilakukan untuk siapa? Destinasi pariwisata superpremium itu sebenarnya apa? Mengapa taman nasional sebagai kawasan konservasi harus dikembangkan sebagai destinasi pariwisata superpremium? Lalu masyarakat lokal akan memperoleh apa dari pengembangan pariwisata? Bagaimana seharusnya pariwisata dikembangkan agar masyarakat lokal dapat menerima manfaat? Mengapa seorang gubernur yang seharusnya membela kepentingan masyarakatnya justru berpihak kepada pengembangan distinasi pariwisata superpremium? Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan pariwisata sebagai bukan sekedar kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan kunjungan wisatawan --sebagaimana halnya pertanian, peternakan, dan perikanan juga bukan sekedar meningkatkan produksi tanaman, ternak, dan ikan-- melainkan berkaitan dengan corak penghidupan. Pariwisata sebagai corak penghidupan berarti harus dapat memberikan manfaat kepada masyarakat lokal dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan agar dapat menjadi corak penghidupan berkelanjutan.

Pariwisata sebagai corak penghidupan berkelanjutan berarti pariwisata itu sendiri perlu berkelanjutan. Lalu jika demikian, pariwisata berkelanjutan itu apa? Untuk memahami pariwisata berkelanjutan itu apa, terlebih dahulu Anda perlu memahami apa itu keberlanjutan (sustainability). Keberlanjutan bermakna berbeda dari sekedar melanjutkan apa yang sudah dilakukan --sebagaimana misalnya dengan memilih calon presiden yang berjanji akan melanjutkan program yang sudah dilakukan oleh presiden yang akan digantikannya. Keberlanjutan berkaitan dengan keseimbangan antara pembangunan ekonomi (economic development), perlindungan lingkungan hidup (environmental protection), dan kesejahteraan sosial (social well-being). Ibarat dalam kehidupan sehari-hari, orang yang memahami makna pembangunan berkelanjutan tidak akan berusaha untuk menjadi kaya sendiri, melainkan: (1) berusaha hidup sewajarnya disertai dengan (2) usaha untuk membantu warga yang kekurangan, dan (3) semua itu dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Karena itu, keberlanjutan dikatakan mempyunyai tiga dimensi, yaitu dimensi: (1) ekonomi sebagai dimensi terkecil, (2) sosial sebagai dimensi sedang, dan (3) lingkungan hidup sebagai dimensi terbesar. Dan karena itu, memilih pemimpin yang berjanji melanjutkan program pembangunan pemimpin yang akan digantikannya tidak ada kaitan dengan keberlanjutan, apalagi jika pemimpin yang akan digantikannya mempunyai rekam jejak yang buruk terhadap lingkungan.

Ketiga dimensi keberlanjutan tersebut diupayakan untuk dicapai keseimbangannya melalui proses dan jalur tertentu dalam jangka waktu tertentu melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pada skala global dan untuk jangka waktu 2015 sampai 2030, Majelis Umum PBB (UNGA) menetapkan proses dan jalur yang untuk mencapai keberlanjutan tersebut sebagai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) yang terdiri atas 17 sasaran. Ke-17 sasaran tersebut dikelompokkan ke dalam dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup dalam susunan yang digambarkan sebagai model kue pengantin (wedding cake model). Menggunakan model kue pengantin tersebut, 4 sasaran termasuk dalam dimensi ekonomi yang berada pada lapisan terkecil paling di atas, 8 sasaran termasuk dalam dimensi sosial kemasyarakatan pada lapisan sedang di tengah, 4 sasaran termasuk dalam dimensi lingkungan hidup pada lapisan terbesar paling bawah, dan 1 sasaran sebagai sumbu ketiga lapisan kue pengantin. Dengan dasar keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutan ini akan diuraikan apa itu pariwisata berkelanjutan pada bagian mengenai memahami dasar-dasar pariwisata dan kepariwisataan.
Gambar 11.2. Model kue pengantin untuk menggambarkan sasaran pembangunan berkelanjutan mirip dengan diagram elips tersarang, di mana dimensi lingkungan hidup menjadi dasar dari dua dimensi lainnya.

Memahami Dasar-dasar Pariwisata dan Kepariwisataan
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah paerah, dan pengusaha dikenal sebagai kepariwisataan, sedangkan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang disebut wisatawan dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara dikenal sebagai wisata. Wisatawan melakukan wisata untuk mengunjungi segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang mempunyai daya tarik wisata sehingga menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Kawasan geografik yang berada dalam satu atau lebih wilayah dministratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan dikenal sebagai destinasi pariwisata datau daerah tujuan pariwisata. Demikian antara lain ketentuan umum yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (dicabut dengan PERPU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang kemudian ditetapkan sebagai undang-undang dengan UU No. 6 Tahun 2023).

Pariwisata berasal dari kata wisata yang secara sederhana berarti bepergian, ditambah dengan awalan pari- yang berarti berkali-kali. Lebih lanjut UU No. 10 Tahun 2009 memuat beberapa ketentuan umum mengenai usaha pariwisata, pengusaha pariwisata, industri pariwisata, dan kawasan strategis pariwisata.  Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. Kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. Silahkan lanjutkan membaca pasal-pasal dan penjelasan pasal-pasal UU UU No. 10 Tahun 2009 tersebut (dan bagian terkait dalam UU No. 6 Tahun 2023), apakah Anda menemukan pasal atau penjelasan yang memuat ketentuan untuk menjadikan pariwisata atau kepariwisataan sebagai corak penghidupan bagi masyarakat? Jika demikian, silahkan coba pikirkan, apakah UU tersebut telah benar-benar berpihak kepada masyarakat (agar bisa menjadi Gen Z yang rasional, tidak sekedar bisa berteriak OK gas dan all in mendukung).

Pariwisata atau kepariwisataan berkelanjutan (sustainable torism) didefinisikan oleh World Tourism Organisation sebagai "pariwisata yang mempertimbangkan secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan hidup saat ini dan masa depan, dengan memperhatikan kebutuhan pengunjung, industri pariwisata, lingkungan hidup, dan masyarakat tuan rumah". Pariwisata berkelanjutan dimasukkan dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development) sebagai berikut:
  1. Target 8.9, bertujuan untuk "pada tahun 2030, merancang dan menerapkan kebijakan untuk mendorong pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal".
  2. Target 12.b, bertujuan untuk "mengembangkan dan menerapkan alat untuk memantau dampak pembangunan berkelanjutan untuk pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal".
  3. Target 14.7, mengidentifikasi pariwisata berkelanjutan sebagai salah satu alat untuk “pada tahun 2030, meningkatkan manfaat ekonomi bagi negara-negara berkembang di Kepulauan Kecil dan negara-negara kurang berkembang”.
Dalam dokumen Hasil Konferensi Rio+20 The Future We Want, pariwisata berkelanjutan didefinisikan dalam paragraf 130 sebagai kontributor signifikan "terhadap tiga dimensi pembangunan berkelanjutan" berkat keterkaitannya yang erat dengan sektor lain dan kemampuannya untuk menciptakan lapangan kerja yang layak dan menimbulkan peluang perdagangan yang berkeadilan. Dalam hal ini, negara-negara anggota PBB juga "menggarisbawahi pentingnya menetapkan, jika diperlukan, pedoman dan peraturan yang tepat sesuai dengan prioritas dan undang-undang nasional, untuk mempromosikan dan mendukung pariwisata berkelanjutan". Untuk membantu negara dan industri pariwisata di negara masing-masing dapat mengupayakan pariwisata berkelanjutan, telah dibentuk lembaga independen Global Sustainable Tourism Council (GSTC) yang menetapkan kriteria dan indikator kinerja pariwisata berkelanjutan berdasarkan empat pilar: (1) pengelolaan berkelanjutan, (2) dampak sosial-ekonomis, (3) dampak budaya, dan (4) dampak lingkungan hidup. Kriteria dan indikator kinerja tersebut dipilah ke dalam tiga kelompok: (1) kelompok kriteria industri, (2) kelompok kriteria destinasi, dan (3) kelompok kriteria MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions). Setelah mengetahui ketentuan ini dan membaca membaca pasal-pasal dan penjelasan pasal-pasal UU UU No. 10 Tahun 2009 tersebut (dan bagian terkait dalam UU No. 6 Tahun 2023), tentukan sejauh mana negara kita sebagai anggota PBB telah menindaklanjuti ketentuan ini, padahal ketentuan mengenai pariwisata berkelanjutan berkaitan erat dengan menjadikan pariwisata sebagai corak penghidupan masyarakat dengan mendukung pariwisata berkelanjutan, bukan sekedar sebagai industri yang hasilnya dinikmati lebih besar oleh kalangan tertentu sebagaimana yang terjadi sampai sekarang.

Mengidentifikasi Potensi Pariwisata Khas Lahan Kering Kepulauan
Untuk memungkinkan lahan kering kepulauan mampu mengembangkan pariwisata sebagai corak penghidupan bagi masyarakat maka perlu mengidentifikasi potensi pariwisata yang khas lahan kering kepulauan. Untuk mengidentifikasi potensi pariwisata khas lahan kering kepulauan, kita perlu mengingat kembali karakteristik lahan kering kepulauan, yang mencakup karakteristik fisik-kimia, hayati, sosial-ekonomi, sosial-politik, dan sosial-budaya. Agar potensi pariwisata berpeluang menjadi corak penghidupan bagi masyarakat maka identifikasi potensi pariwisata perlu dilakukan dengan memperhatikan kriteria dan indikator pariwisata berkelanjutan, terutama kriteria dan indikator kinerja destinasi pariwisata. Jika ini tidak dilakukan maka alih-alih menjadikan pariwisata sebagai corak penghidupan bagi masyarakat, malahan bisa menjauhkan masyarakat dari mempunyai corak penghidupan berkelanjutan.

Gambar 10.3. Tayangan video mengenai destinasi pariwisata di Pulau Flores. Selain Taman Nasional Komodo dan Taman Wisata Kelimutu, destibasi wisata manakah yang berpotensi dikembangkan sebagai destinasi ekowisata dengan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat?

Secara aspek fisik-kimia, lahan kering kepulauan mempunyai banyak bentuk lanskap yang unik. Di daratan terdapat lanskap dataran berbukit dan bergunung dengan pemandangan yang menawan, bukit batu (rock outcrop) dan gunung api lumpur (mud volcano), dan air terjun, sedangkan di pantai dan perairan terdapat pantai berbasir putih dan warna-warni dengan perairan pesisir yang jernih, kawasan terumbu karang warna-warni, dsb. Sebagai contoh, di Flores terdapat banyak gunung api berbentuk kerucut yang tidak maupun yang sedang aktif, di Sumba terdapat dataran luas bergelombang dan berbukit, di Timor terdapat bukit batu dan gunung api lumpur, dan di semua pulau terdapat pantai berpasir putih atau berwarna dan perairan pesisir yang jernih dengan terumbu karang berwarna-warni. Digabungkan dengan aspek hayati masing-masing, maka aspek fisik-kimia tersebut akan menjadi khas lahan kering kepulauan. Contoh aspek hayati lahan kering kepulauan adalah padang rumput dan savana, hutan mangrove, jenis-jenis tumbuhan khas lahan kering kepulauan seperti cendana (Santalum album), lontar (Borassus flabellifer), gewang (Corypha utan), hue (Eucalyptus alba), ampupu (Eucalyptus urophylla), dsb., jenis-jenis satwa lahan kering kepulauan mencakup biawak komodo, beraneka jenis burung, beraneka jenis satwa hutan mangrove, beraneka jenis satwa terumbu karang dan padang lamun, dsb.

Gambar 10.4. Tayangan video mengenai 10 destinasi pariwisata di Pulau Sumba. Destibasi wisata manakah yang berpotensi dikembangkan sebagai destinasi ekowisata dengan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat?

Namun perlu diperhatikan bahwa potensi fisik-kimiawi dan hayati saja belum cukup untuk mengembangkan pariwisata. Hal ini karena potensi fisik-kimiawi dan hayati tersebut cenderung tidak berubah sehingga jika tidak disertai dengan sesuatu yang menjadikannya berubah, tidak akan menarik untuk dikunjungi berulang kali (awalan pari-). Wisatawan hanya akan mengunjungi satu dua kali dan sesudah itu tidak akan berkunjung kembali, kecuali jika ada perubahan pada kunjungan berikutnya. Oleh karena itu, potensi fisik-kimiawi dan hayati perlu dipadukan dengan potensi sosial-ekonomi, sosial-politik, dan sosial-budaya. Misalnya potensi padang rumput dan savana disertai dengan ternak umbaran, pantai berpasir putih dan perairan berterumbu karang dipadukan dengan pemanfaatan lontar (iris tuak) dan pemanfaatan gewang (pengolahan sagu) yang tumbuh di sepanjang pantai, dsb. Pemaduan tersebut memerlukan dukungan aspek sosial-politik, misalnya pembangunan prasarana pendukung oleh pemerintah dan kebijakan pemerintah yang menyerahkan pengelolaan pariwisata kepada masyarakat dengan memberikan layanan yang mengutamakan kepuasan pengunjung, bukan kebijakan yang sekedar untuk meningkatkan PAD. Misalnya, daripada memasang portal untuk menarik iuran, lebih baik menjual jasa pendukung seperti menjual produk pertanian lokal dan makanan khas daerah masing-masing. Potensi pariwisata akan menjadi semakin menarik untuk dikunjungi kembali berkali-kali jika dipadukan dengan aspek sosial-budaya, misalnya dengan menyelenggarakan event budaya seperti pembuatan tenun ikat, tarian, pesta seni, dsb.

Setelah mengidentifikasi potensi, yang juga perlu diperhatikan adalah menentukan potensi mana yang akan dikembangkan sebagai destinasi pariwisata dengan memperhatikan aksesibilitas untuk mencapai destinasi dan keterkaitan destinasi dengan destinasi lain yang sudah ada. Misalnya apakah tersedia jalan raya yang memadai untuk mencapai destinasi dan apakah melalui jalan raya yang tersedia, destinasi yang dipilih dapat dikaitkan dengan destinasi lain yang dapat dicapai dengan menggunakan jalan raya yang sama. Andaikan saja akan mengembangkan bukit batu di Pulau Timor, misalnya Gunung Fatuleu atau Bukit Fatu Braun, maka perlu ditentukan jalan yang perlu ditempuh untuk mencapai kedua destinasi tersebut. Kedua destinasi tersebut terletak pada sisi yang berlawanan sehingga sulit dikaitkan satu sama lain. Oleh karena itu, kedua destinasi tersebut masing-masing perlu dilengkapi dengan mengidentifikasi dan mengembangkan potensi pariwisata yang dapat dikembangkan di sekitar lokasi atau di sepanjang jalur jalan raya yang dilalui untuk mencapainya. Misalnya pengembangan Bukit Fatuleu agar bisa menjadi destinasi pariwisata yang dapat menjadi corak penghidupan bagi masyarakat perlu disertai misalnya dengan pengembangan tanaman pekarangan yang menarik wisatawan dan penyelenggaraan event budaya seperti event pesta adat, penyediaan layanan jasa penunjang seperti makanan dan cindra mata, pameran tenun ikat, dab. Demikian juga dengan pengembangan Bukit Batu Fatu Braun, tidak cukup hanya dengan memasang portal sebagaimana yang selama ini dilakukan.

Melompat Jauh ke Depan: Mengembangkan Pariwisata Berbasis Masyarakat
Untuk memungkinkan masyarakat dapat mewujudkan pariwisata berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat, yang perlu dikembangkan tentu saja bukan pariwisata superpremium yang hanya bisa menyilaukan masyarakat di destinasi pariwisata sebagaimana misalnya yang dikembamgkan di Labuhan Bajo yang telah Anda baca pada bagian awal materi kuliah ini. Melainkan, yang perlu dikembangkan adalah ekowisata (ecotourism) dengan menggunakan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) sebagaimana misalnya yang berhasil dikembangkan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Lalu ekowisata dan pariwisata berbasis masyarakat itu sebenarnya apa? Menurut The International Ecotourism Society (TIES), ekowisata merupakan:
pariwisata yang bertanggung jawab atas kelestarian kawasan alami melalui upaya konservasi lingkungan hidup, menopang kesejahteraan masyarakat lokal, dan melibatkan proses interpretasi dan pendidikan.
Interpretasi dan pendidikan yang dimaksudkan dalam hal ini mencakup proses pembelajaran dan penghayatan terhadap nilai-nilai kearifan lokal oleh semua pemangku kepentingan.

Ekowisata berkaitan dengan upaya membumikan pariwisata berkelanjutan ke dalam bentuk-bentuk konservasi dengan mendorong partisipasi masyarakat.  Oleh karena itu, para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan ekowisata perlu memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip ekowisata berikut:
  1. Meminimalkan dampak fisik, sosial, perilaku, dan psikologis.
  2. Membangun kesadaran dan rasa hormat terhadap lingkungan hidup dan budaya lokal.
  3. Memberikan pengalaman positif baik bagi pengunjung maupun tuan rumah.
  4. Memberikan manfaat finansial langsung untuk konservasi.
  5. Menghasilkan keuntungan finansial bagi masyarakat lokal dan industri terkait.
  6. Memberikan pengalaman interpretatif yang mengesankan kepada pengunjung yang membantu meningkatkan kepekaan terhadap iklim politik, lingkungan, dan sosial di destinasi pariwisata.
  7. Merancang, membangun dan mengoperasikan fasilitas berdampak lingkungan rendah.
  8. Menghormati hak-hak dan keyakinan spiritual masyarakat lokal dan bekerja sama dengan mereka untuk memberdayakan (empowering).
Pembumian pariwisata berkelanjutan menjadi ekowisata dilakukan antara lain dengan menggunakan pariwisata berbasis masyarakat sebagai pendekatan. Sebagai pendekatan, pariwisata berbasis masyarakat berupaya memberdayakan masyarakat untuk mengelola pertumbuhan pariwisata dan mencapai aspirasi masyarakat yang berkaitan dengan kesejahteraan mereka, dan mencakup pembangunan berkelanjutan di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, pariwisata berbasis masyarakat tidak hanya melibatkan kemitraan antara pelaku usaha pariwisata dan masyarakat untuk memberikan manfaat bagi keduanya, melainkan juga melibatkan dukungan masyarakat (dan eksternal) untuk usaha pariwisata kecil dalam lingkungan masyarakat sendiri, yang pada gilirannya berkomitmen untuk memberikan dukungan bagi corak penghidupan masyarakat yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan kolektif. Sebagai bentuk pariwisata, pariwisata berbasis masyarakat didefinisikan sebagai:
aktivitas pariwisata, yang dimiliki dan dioperasikan oleh masyarakat, serta dikelola atau dikoordinasikan pada tingkat masyarakat, yang berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat sebagai corak penghidupan berkelanjutan yang melindungi tradisi sosial-budaya serta sumber daya alam dan warisan budaya yang bernilai penting.
Perhatikan kata kunci corak penghidupan berkelanjutan dan kata kunci melindungi tradisi sosial-budaya, sumberdaya alam, dan warisan budaya dalam definisi di atas.

Untuk membantu pengembangan pariwisata dengan menggunakan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat, negara-negara anggota ASEAN menyepakati 10 prinsip pariwisata berbasis masyarakat sebagai berikut:
  1. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk memastikan kepemilikan dan pengelolaan yang transparan,
  2. Menjalin kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait,
  3. Mendapatkan pengakuan kedudukan di pihak otoritas terkait,
  4. Meningkatkan kesejahteraan sosial dan pemeliharaan harkat dan martabat manusia,
  5. Memasukkan mekanisme pembagian manfaat yang adil dan transparan,
  6. Meningkatkan hubungan dengan perekonomian lokal dan regional,
  7. Menghargai budaya dan tradisi setempat,
  8. Berkontribusi terhadap konservasi sumber daya alam,
  9. Meningkatkan kualitas pengalaman pengunjung dengan memperkuat interaksi bermakna antara tuan rumah dan tamu, dan
  10. Berusaha menuju kemandirian finansial.
Ke-10 prinsip tersebut di atas selanjutnya dipadukan ke dalam dan dinyatakan sebagai kriteria dan standar kinerja pariwisata berbasis masyarakat sebagai berikut:
  1. Kriteria dan standar 1: Kepemilikan dan pengelolaan oleh masyarakat (4 subkriteria dan standar)
  2. Kriteria dan standar 2: Kontribusi terhadap kesejahteraan sosial (4 subkriteria dan standar)
  3. Kriteria dan standar 3: Kontribusi untuk melestarikan dan memperbaiki lingkungan hidup (2 sub-kriteria dan standar)
  4. Kriteria dan standar 4: Mendorong interaksi antara masyarakat lokal dan wisatawan (2 sub-kriteria dan standar)
  5. Kriteria dan standar 5: Layanan tur dan pemanduan yang berkualitas (2 sub-kriteria dan sub-kriteria)
  6. Kriteria dan standar 6: Pelayanan makanan dan minuman berkualitas (2 sub-kriteria dan standar)
  7. Kriteria dan kriteria 7: Akomodasi berkualitas (2 subkriteria dan standar)
  8. Kriteria dan standar 8: Kinerja operatur tur yang bersahabat dengan pariwisata berbasis masyarakat (CBT Friendly Tour Operator, CBT FTO).
Untuk memperoleh uraian rinci mengenai setiap kriteria dan sub-kriteria beserta standar masing-masing, silahkan unduh dan baca buku ASEAN Community-Based Tourism Standards. Sebagai contoh bagaimana Kabupaten Banyuwangi berhasil mengembangkan ekowisata dengan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat, pemerintah kabupaten melarang pembangunan hotel bintang tiga ke bawah dan memasarkan laut di pesisir selatannya yang bergelombang tinggi bukan sebagai lokasi surfing bagi kalangan profesional, melainkan bagi wisatawan yang masih perlu berlatih surfing dengan biaya yang murah. Seiring dengan melarang pembangunan hotel bintang 3 ke bawah, pemerintah mendorong pembangunan homestay di desa-desa yang berpotensi pariwisata untuk mengembangkan ekowisata dengan dukungan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Untuk mendukung pengembangan ekowisata dengan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat tersebut, pemerintah kabupaten juga mendukung penyelenggaraan event wisata yang dapat melibatkan masyarakat, antara lain mendukung penyelenggaraan festival layang-layangfestival kuliner lokalfestival pecinan, dsb. Destinasi wisata yang dikembangkan cenderung merupakan destinasi tidak biasa (non-konvesional), melainkan destinasi yang memberikan pengalaman berbeda kepada wisatawan daripada mengunjungi desatinasi wisata yang serupa di daerah tujuan wisata lain. Sebagai mahasiswa pertanian, Anda dapat menjadikan kegiatan pertanian yang unik untuk mengembangkan ekowisata dengan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat. Kegiatan pertanian yang dikembangkan sebagai destinasi wisata dengan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat dikenal sebagai agrowisata (agritourism) sebagaimana misalnya agrowisata kampung durian di Kabupaten Banyuwangi. Jika agrowisata dikembangkan dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip ekowisata maka disebut agro-ekowisata (agro-ecotourism).

Gambar 11.5. Destinasi pariwisata Gunung Fatuleu di Kabupaten Kupang, Provinsi NTT, contoh destinasi pariwisata yang potensial dikembangkan sebagai ekowisata tetapi pengembangan pengembangannya dilakukan dengan mengabaikan prinsi[p pengembangan ekowisata dan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat, A: gerbang beton dengan bangunan pembelian tiket masuk, B: pagar beton dan tembok nama beton yang mengganggu pengambilan foto, dan C: tangga beton yang merusak suasana alami. Pengelolaan destinasi pariwisata ini tidak disertai dengan pemberdayaan masyarakat, misalnya dengan menyerahkan pengelolaan kepada BUMDes setempat, penyelenggaraan event budaya lokal, dan bahkan tidak dilengkapi dengan kios makanan lokal maupun kios cindra mata sehingga sangat disayangkan oleh wisatawan

Setelah mengklik tautan (link) yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di Kabupaten Banyuwangi, silahkan identifikasi destinasi pariwisata yang terdapat di kabupaten/kota asal Anda masing-masing dan bandingkan pengembangannya dengan pengembangan pariwisata yang dilakukan di Kabupaten Banyuwangi. Bagi Anda yang berasal dari Kabupaten Manggarai Barat yang ibu kota kabupatennya dikembangkan sebagai destinasi pariwisata superpremium, pikirkan manfaat apa yang diperoleh oleh masyarakat Manggarai Barat pada umumnya dari pengembangan destinasi pariwisata superpremium tersebut? Apakah Anda yang berasal dari Kabupaten Manggarai Barat atau yang pernah berkunjung ke Labuhan Bajo merasakan harga-harga yang serba mahal atau melihat banyak plang bertuliskan "Tanah ini dimiliki oleh ...." atau bertuliskan "Tanah ini dijual, silahkan hubungi ...". Setelah menyimak hal-hal sebagaimana yang telah Anda baca pada materi kuliah ini mudah-mudahan bisa menyadarkan Anda semua bahwa pengembangan kepariwisataan sebagai corak penghidupan lahan kering kepulauan memerlukan lompatan jauh ke depan. Artinya, dengan kebijakan pembangunan pariwisata yang belum sepenuhnya berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat, Anda perlu berusaha lebih keras dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk bisa mewujudkannya. Karena memerlukan lompatan jauh ke depan juga berarti menghadapi banyak ketidakkonsistenan dan bahkan kekacauan karena banyak pihak yang memahami kepariwisataan lebih untuk kepentingan diri atau kelompok sendiri dan mengabaikan kepentingan masyarakat umum.

Lalu adakah upaya yang bisa Anda lakukan sebagai mahasiswa? Tentu saja ada, asalkan Anda sedikit berusaha kreatif memanfaatkan waktu luang. Di sekitar Kota Kupang terdapat banyak destinasi pariwisata yang dapat bukan hanya Anda kunjungi, tetapi bantu mempromosikannya dengan menyertakan komentar untuk pengembangannya. Misalnya Anda dapat mempromosikannya dengan menggunakan media sosial Facebook, Instagram, atau bahkan dengan membuat blog (menggunakan layanan gratis Bloggers, Drupal, Wordpress, dsb. Sebagai contoh adalah blog It is about my travel, blog Tengakarta yang memposting tulisan mengenai Pendakian Gunung Timau, Menikmati Fatukopa, Gunung Mutis (Versi Kabut), dan Gunung Mutis (Versi Cerah), serta situs Gunung Bagging yang menyajikan tulisan Fatu Timau, Gunung Mutis, dan gunung-gunung lainnya di Provinsi NTT. Silahkan klik tautan untuk mengetahui destinasi pariwisata yang ditayangkan melalui foto, tulisan, maupun video. Sebagai mahasiswa Gen Z yang bukan hanya bisa berteriak OK gas dan all in, Anda tentu jago menggunakan media sosial untuk tujuan-tujuan positif. Dan sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, silahkan pikirkan manakah cara "menjual" pertanian yang bermanfaat bagi masyarakat, apakah: (1) menanam jagung secara tradisional dengan pola pertanaman SALOME dengan pembukaan lahan menggunakan teknik tebas bakar yang disertai dengan ritual adat atau (2) menanam jagung varietas unggul secara modern dengan menggunakan alat dan mesin canggih untuk memperoleh hasil jagung untuk pakan ternak sapi yang dikenal sebagai program Tanaman Jagung Panen Sapi?


11.1.2. Mengunduh dan Membaca Pustaka
Silahkan mengunduh pustaka gratis berikut ini dan kemudian membaca bagian yang dicantumkan untuk dibaca untuk memperkaya pemahaman materi kuliah dan mengerjakan laporan kuliah. Setiap mahasiswa wajib membaca pustaka yang berbeda dari yang sudah dibaca pada materi kuliah sebelumnya:
Setiap mahasiswa minimal membaca bagian dari salah satu buku di atas untuk dilaporkan melalui Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerhakan Tugas.

11.1.3. Mengerjakan Kuis
Setelah membaca materi kuliah 10 dan materi kuliah 11 ini serta mengklik tautan dan membaca pustaka serta pustaka yang diberikan pada materi kuliah, setiap mahasiswa wajib mengerjakan kuis secara mandiri untuk mengevaluasi diri dalam memahami kedua materi kuliah:
  1. Mengerjakan dan Memasukkan Lembar Jawaban Kuis selambat-lambatnya pada Kamis, 11 April 2024 pukul 24.00 WITA;
  2. Memeriksa Daftar Lembar Jawaban dan Nilai yang Diperoleh untuk Memastikan Lembar Jawaban Kuis sudah masuk dan memeriksa nilai yang diperoleh.
Pada saat memeriksa daftar lembar jawaban, silahkan periksa sendiri berapa nilai yang Anda peroleh. Bila memperoleh nilai <60 berarti Anda belum memahami materi kuliah sehingga perlu membaca kembali kedua materi kuliah. Mahasiswa yang tidak mengerjakan quiz tidak akan memperoleh nilai untuk setiap quiz yang tidak dikerjakan.

11.2. TUGAS PROJEK

Seluruh mahasiswa wajib mengerjakan tugas projek secara kelompok. Silahkan membuka file daftar kelompok mahasiswa dan kemudian menyimpan file dengan mengklik menu File>Download>Microsoft Excel lalu simpan di komputer masing-masing. Selanjutnya silahkan mencari anggota masyarakat dengan corak penghidupan sebagaimana yang diberikan dalam daftar kelompok dan kemudian melakukan diskusi dengan sesama anggota kelompok tanpa melibatkan narasumber mengenai hal-hal sebagai berikut:
  1. Silahkan mengidentifikasi dan menyebutkan 3 kegiatan utama yang dilakukan oleh masyarakat di kabupaten/kota asal masing-masing yang sesuai dengan corak pengidupan sebagaimana yang ditugaskan kepada kelompok.
  2. Dari ketiga kegiatan utama corak penghidupan yang telah dipilih, periksa kemudian tentukan satu kegiatan utama yang berpotensi dikembangkan sebagai agro-ekowisata dengan menggunakan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat berdasarkan delapan keriteria dan standar ASEAN
  3. Identifikasi satu objek pariwisata dan satu event pariwisata apa yang dapat dikaitkan untuk mengembangkan kegiatan utama yang dipilih untuk dikembangkan, sesuai dengan corak penghidupan yang ditugaskan kepada kelompok, sebagai agro-ekowisata dengan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat
  4. Dengan menggunakan layanan Google My Maps, buat peta dari ibu kota kabupaten ke lokasi agro-ekwisata yang akan dikembangkan disertai dengan lokasi pengembangan objek pariwisata dan lokasi even pariwisata pendukung yang sudah Anda identifikasi pada langkah 3.
  5. Buat akun media sosial kelompok Facebook dan kemudian promosikan lokasi agro-ekowisata yang Anda pilih untuk dikembangkan dengan menyajikan peta yang telah Anda buat disertai dengan postingan tulisan yang memuat foto atau video yang dapat Anda peroleh dengan melakukan penelusuran di Internet.
Lakukan tabulasi jawaban yang diperoleh dari semua narasumber lalu laporkan dengan menggabungkan jawaban semua narasumber secara ringkas. Laporan disampaikan secara daring melalui Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas paling lambat pada Kamis, 11 April 2024 pukul 24.00 WITA

11.3. ADMINISTRASI PELAKSANAAN KULIAH

Setiap mahasiswa wajib menandatangani daftar hadir dan menyampaikan laporan melaksanakan kuliah dan mengerjakan tugas sebagai berikut:
  1. Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Sabtu, 6 April 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani, silahkan periksa untuk memastikan daftar hadir sudah ditandatangani;
  2. Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas selambat-lambatnya pada Kamis, 11 April 2024 pukul 24.00 WITA dan setelah memasukkan, silahkan periksa untuk memastikan laporan sudah masuk.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan tidak menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas akan tidak ditetapkan sebagai hadir melaksanakan kuliah pada situs SIADIKNONA.

***********
Hak cipta blog pada: I Wayan Mudita
Diterbitkan pertama kali pada pada 29 Maret 2024

Creative Commons License
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.

12 komentar:

  1. jika di perhatikan di NTT sangat banyak tempat yang bisa saja sangat laku jika di jadikan objek pariwisata tetapi kenyataan tempat2 tersebut malah tidak di tata sedemikian rupa hingga menarik pengunjung yang datang, menurut teman teman hal itu terjadi karena apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap pengembangan pariwisata
      2. minimnya infrastruktur yang mendukung
      3 .kurangnya promosi
      4. serta kurangnya kesadaran masyarakat lokal akan potensi pariwisata yang ada di sekitar mereka. Dan
      5. Banyaknya sampah yang berserakan



      Hapus
  2. Di kebanyakan tempat wisata tempat pembuangan sampah yang di sediakan terkadang cenderung sedikit, hanya berada pada spot tertentu, adapun terkadang sudah ada orang yang memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya tetapi kadang hal itu tidak dilakukan karna melihat tempat sampah penuh ataupun tidak ada. oleh karena itu kita harus menyediakan tempat sampah yang lebih banyak di spot yang strategis agar masyarakat dapat membuang sampah pada tempat sampah, lalu untuk cleaning service di tempat pariwisata sebaiknya langsung bergegas membuang isi tempat sampah jika sudah penuh agar tidak menumpuk, jika hal itu sudah di jalankan tetapi masih ada orang membuang sampah sembarangan itu berarti otak dan mentalnya bermasalah

    BalasHapus
  3. Bagaimana kita dapat melompat jauh ke depan dalam pengembangan sektor pariwisata di Indonesia?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk melompat jauh ke depan dalam pengembangan sektor pariwisata di Indonesia, dapat dilakukan dengan beberapa upaya yaitu : pengembangan destinasi pariwisata unggulan, diversifikasi produk pariwisata dengan memanfaatkan kekayaan alam, budaya, dan kearifan lokal sebagai daya tarik utama, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi digital, serta kemitraan dan kolaborasi strategis.

      Hapus
  4. Dengan mengimplementasikan strategi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan, termasuk investasi dalam infrastruktur pariwisata yang ramah lingkungan, promosi destinasi berkelanjutan, pengelolaan yang berorientasi pada keberlanjutan, dan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan terkait pariwisata

    BalasHapus
  5. Apa pentingnya mengidentifikasi potensi pariwisata khas lahan kering kepulauan?

    BalasHapus
  6. Apa saja potensi, dan strategi inovatif yang dapat dikembangkan untuk mengembangkan sektor kepariwisataan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Potensi Pengembangan Kepariwisataan Keindahan alam, keanekaragaman hayati, dan keunikan budaya masyarakat lokal.Daya tarik wisata bahari, seperti snorkeling, diving,Keterbatasan infrastruktur dan aksesibilitas di wilayah kepulauan.

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Potensi dalam pengembangan sektor pariwisata meliputi pemanfaatan teknologi untuk pengalaman wisata yang lebih interaktif, pengembangan destinasi berkelanjutan, promosi digital yang canggih, dan kolaborasi antar-stakeholder. Strategi inovatif termasuk penggunaan kecerdasan buatan untuk personalisasi pengalaman wisatawan, implementasi teknologi blockchain untuk meningkatkan keamanan dan transparansi dalam pemesanan, serta penggunaan big data untuk memahami tren dan preferensi wisatawan.

      Hapus
  7. Bagaimana kepariwisataan dapat menjadi motor penggerak utama dalam menghadapi tantangan perubahan jaman yang semakin cepat dan kompleks?

    BalasHapus